Sungai Musi, dengan arus tenangnya, menyimpan jejak kejayaan masa lalu yang memikat para pencari sejarah. Di bawah permukaan airnya yang keruh, peninggalan Kerajaan Sriwijaya, salah satu peradaban maritim terbesar Asia Tenggara, ditemukan dalam berbagai bentuk. Temuan ini bukan hanya memperkaya pengetahuan sejarah, tetapi juga mengungkap potongan masa lalu yang sempat terkubur selama berabad-abad.
Salah satu artefak penting yang ditemukan di dasar Sungai Musi adalah tembikar berupa guci yang berasal dari masa Kerajaan Sriwijaya. Tembikar ini terbuat dari tanah liat yang dibakar pada suhu tinggi, mencerminkan keterampilan dan teknologi yang dimiliki masyarakat saat itu.
Para penyelam yang menemukan guci ini sering kali menggunakan peralatan sederhana, bertaruh nyawa demi menggali sejarah di kedalaman sekitar 25 meter. Penemuan guci ini memperkuat bukti bahwa Sungai Musi pernah menjadi jalur penting perdagangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Sriwijaya.
Temuan lain yang tak kalah menarik adalah surat timah yang juga ditemukan di kedalaman 25 meter. Surat ini, meskipun memiliki beberapa retakan, masih mempertahankan kondisi yang baik dengan tulisan yang terbaca. Huruf Palawa dan Sanskerta yang terukir di atasnya mengindikasikan penggunaannya pada masa Sriwijaya, yang dikenal sebagai pusat pembelajaran dan penyebaran agama Buddha.
Uniknya, surat timah ini bisa dilipat, menunjukkan fungsinya sebagai dokumen resmi pada zaman itu. Timah yang digunakan diduga berasal dari Pulau Bangka, yang menjadi sumber penting bahan baku pada masa Sriwijaya. Penemuan ini menunjukkan jaringan perdagangan dan budaya yang meluas, sekaligus memperkuat posisi Sriwijaya sebagai kekuatan ekonomi dan intelektual.
Di antara harta karun yang ditemukan, uang berbahan timah menjadi salah satu bukti nyata sistem ekonomi Sriwijaya. Uang ini terdiri dari berbagai bentuk, seperti Uang Perahu dan Uang Bambu, yang masing-masing memiliki ciri khas. Uang Perahu berbentuk melengkung menyerupai perahu, sementara Uang Bambu memiliki aksen panjang yang menyerupai potongan bambu.
Setiap ukuran dan ukiran pada uang ini mencerminkan nilai tukarnya, layaknya mata uang modern. Fungsinya sebagai alat transaksi memperlihatkan bagaimana masyarakat Sriwijaya telah memiliki sistem ekonomi yang terorganisir, yang mendukung perdagangan domestik maupun internasional.
Penemuan tembikar, surat timah, dan uang timah ini memperkaya cerita tentang Sriwijaya dan memberikan wawasan tentang kehidupan masyarakat pada masa itu. Namun, proses penemuan artefak ini sering kali menghadapi tantangan besar.
Penyelaman di Sungai Musi dilakukan dengan peralatan seadanya, membuat aktivitas ini sangat berisiko. Selain itu, temuan yang tidak tercatat secara resmi kerap kali masuk ke pasar gelap, sehingga banyak artefak berharga hilang tanpa sempat didokumentasikan atau dipelajari lebih lanjut.
Upaya pelestarian warisan ini membutuhkan kerja sama antara pemerintah, arkeolog, dan masyarakat setempat. Dengan eksplorasi yang lebih terorganisir, harta karun ini dapat menjadi sumber pengetahuan yang tak ternilai, sekaligus memperkuat identitas budaya Palembang dan Indonesia secara umum.
Sungai Musi tidak hanya menjadi simbol kehidupan bagi masyarakat Palembang tetapi juga gerbang menuju masa lalu yang penuh kejayaan. Penemuan artefak-artefak dari masa Sriwijaya menunjukkan betapa pentingnya menjaga dan melestarikan warisan budaya ini untuk generasi mendatang.
Harta karun yang ditemukan di Sungai Musi bukan hanya benda mati. Mereka adalah saksi bisu perjalanan panjang sebuah peradaban megah yang pernah menguasai jalur perdagangan maritim Asia Tenggara. Dengan upaya pelestarian yang tepat, cerita tentang Sriwijaya akan terus hidup, tidak hanya sebagai bagian dari sejarah, tetapi juga sebagai inspirasi bagi masa depan.
Daftar Menjadi BATIQAONE Sekarang!