Kota Palembang memang selalu menjadi salah satu destinasi wisata terfavorit di Sumatera. Jika Anda berkesempatan liburan ke Palembang dalam waktu dekat, jangan lupa singgah ke Pulau Kemaro karena pulau yang satu ini memiliki cerita unik dan keistimewaan yang sangat melegenda.
Ingin tahu lebih banyak tentang asal usul Pulau Kemaro dan keistimewaannya? Yuk, simak dulu ulasan lengkap berikut ini!
Lokasi Pulau Kemaro di Palembang
Pulau Kemaro terletak di kawasan Sungai Musi dan bisa ditempuh dalam waktu 20 menit dari Dermaga Benteng Kuto Besak. Pulau ini tidak terlalu besar karena luasnya kurang lebih hanya 30 hektar dan dihuni ratusan orang saja. Namun, Pulau Kemaro tidak pernah sepi karena selalu dipadati oleh wisatawan.
Pagoda Indah di Pulau Kemaro
Salah satu daya tarik Pulau Kemaro terletak pada bangunan pagoda di bagian tengah pulau. Arsitektur pagoda tersebut sangat mirip dengan pagoda ala negeri tirai bambu. Sisi-sisi dinding pagoda sembilan lantai ini menggambarkan legenda Pulau Kemaro. Bagian atas pagoda terdiri dari tempat ibadah umat Buddha yang sering digunakan masyarakat etnis Tionghoa sehingga tak mengherankan bila pagoda ini ramai dikunjungi menjelang hari raya Imlek atau hari raya Buddha lainnya. Bahkan, beberapa ruangan di dalam pagoda juga sering digunakan para peserta festival Imlek untuk menginap.
Tepat di samping pagoda, ada klenteng Hok Tjing Bio yang lebih populer disebut klenteng Kwan Im. Di depan klenteng yang dibangun tahun 1962 ini terdapat makam Tan Bun An, Siti Fatimah, dan pengawalnya yang dipercaya sebagai asal usul terbentuknya Pulau Kemaro.
Legenda Kisah Cinta di Pulau Kemaro
Kisah Pulau Kemaro dipercaya berasal dari legenda cinta seorang saudagar Tiongkok dan putri asli Palembang. Sang saudagar Tiongkok bernama Tan Bun An jatuh cinta kepada Siti Fatimah. Tan Bun An lalu memboyong sang pujaan hati ke Tiongkok untuk meminta restu dari orang tuanya. Setelah merestui pernikahan sang anak, orang tua Tan Bun An lalu memberikan hadiah berupa tujuh guci besar kepada sang anak dan menantu.
Tan Bun An dan Siti Fatimah lalu berlayar pulang ke Palembang dengan membawa guci-guci pemberian orang tuanya. Saat masih berada di tengah Sungai Musi, Tan Bun An penasaran dengan isi guci-guci itu lalu membukanya. Maka terkejutlah Tan Bun An melihat guci berisi sawi-sawi asin. Hal tersebut membuat Tan Bun An marah dan melemparkan guci-guci itu ke Sungai Musi. Ketika hendak melempar guci ketujuh, tanpa sengaja guci tersebut jatuh dan pecah di perahu. Ternyata guci pecah itu berisi harta benda yang permukaannya ditutupi sawi-sawi asin.
Tan Bun An yang sudah membuang enam guci lantas menyesali perbuatannya. Tanpa pikir panjang, Tan Bun An segera melompat ke air untuk mengambil kembali guci-gucinya. Melihat hal tersebut, sang pengawal pun ikut terjun untuk membantu majikannya. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Tan Bun An dan pengawalnya tak kunjung muncul ke permukaan sungai sehingga membuat Siti Fatimah panik. Hingga akhirnya Siti Fatimah memutuskan untuk lompat ke air dan mengalami nasib yang sama dengan Tan Bun An serta pengawalnya.
Beberapa waktu kemudian, munculah pulau kecil di tempat Tan Bun An dan Siti Fatimah terjun ke Sungai Musi. Pulau tersebut dinamai Kemaro yang artinya kemarau karena tidak pernah terendam air meskipun arus gelombang Sungai Musi sedang tinggi. Kisah asal usul inilah yang juga menarik keingintahuan para wisatawan untuk berkunjung ke Pulau Kemaro dan berziarah ke makam Tan Bun An serta Siti Fatimah.
Keistimewaan Pulau Kemaro tentu membuat Anda tertarik untuk berkunjung dan menyaksikan keunikannya secara langsung. Jangan tunda lagi rencana liburan ke Palembang. Bersiaplah menikmati momen-momen liburan yang menyenangkan di Pulau Kemaro.